Jakarta Tabloidtipikor com – Pemilihan Ketua RW 08 di Kelurahan Duri Kosambi, Kecamatan Cengkareng, yang berlangsung pada 19 Januari 2025, berubah menjadi polemik yang menuai kekecewaan warga. Pemilu yang seharusnya menjadi ajang demokrasi tingkat lokal ini justru diwarnai berbagai dugaan kecurangan, mulai dari ketidakpatuhan terhadap aturan oleh salah satu calon hingga ketidaksesuaian dalam proses penghitungan suara. Akibatnya, panitia penyelenggara memutuskan untuk membatalkan hasil pemilihan.
Proses pemilu Ketua RW 08 dimulai dengan pembukaan pendaftaran calon pada 7 Januari 2025. Sesuai dengan tata tertib yang telah ditetapkan, setiap calon diharuskan memenuhi sejumlah syarat administratif, termasuk salah satu ketentuan yang menyatakan bahwa calon tidak boleh menjadi anggota maupun pengurus partai politik. Ketentuan ini mengacu pada Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 22 Tahun 2022 serta Permendagri Nomor 18 Tahun 2018.
Namun, permasalahan mulai muncul ketika nama salah satu calon, Arief Rahman, SH, diketahui masih aktif sebagai pengurus Partai NasDem di kutip dari BUMNINC.com Berdasarkan penelusuran warga melalui situs resmi Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL) milik Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Rahman terdaftar sebagai Bendahara Partai NasDem dengan Nomor Keputusan 267-Kpts/DPP-NasDem/VI/2022. Bukti-bukti lainnya seperti Kartu Tanda Anggota (KTA) partai turut memperkuat temuan tersebut.
Terlepas dari fakta ini, Panitia Pemilihan yang dikenal sebagai Panitia 5 tetap meloloskan Arief Rahman sebagai calon Ketua RW 08. Hal ini memicu kekecewaan dan protes dari sejumlah warga yang mempertanyakan komitmen panitia dalam menjalankan aturan. Salah satu warga RW 08, Ade Arda Billy, menyampaikan kekecewaannya terhadap keputusan tersebut. “Bagaimana mungkin calon yang jelas-jelas masih menjadi pengurus partai politik tetap diloloskan? Ini jelas melanggar aturan dan merusak integritas pemilu kita,” ujar Billy ketika diwawancarai pada Kamis (23/1).
Pemilihan tetap berlangsung pada 19 Januari 2025, dengan dua kandidat yang bersaing, yakni Arief Rahman, SH, dengan nomor urut 01, dan Abdul Gafur, SHI, dengan nomor urut 02. Namun, dugaan kecurangan tidak berhenti pada proses pendaftaran calon. Pada hari pencoblosan, muncul berbagai kejanggalan terkait jumlah pemilih yang hadir, jumlah suara yang dicoblos, hingga penghitungan akhir.
Sesuai data dari Panitia 5, jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) di RW 08 adalah 1.654 orang. Namun, dari jumlah tersebut, hanya 1.421 orang yang hadir membawa undangan resmi sebagai syarat pencoblosan. Anehnya, catatan absensi mencatat kehadiran sebanyak 1.439 orang, menunjukkan adanya selisih 18 suara tanpa undangan resmi. Ketidaksesuaian ini memicu pertanyaan dari warga yang merasa bahwa proses pemilu tidak dijalankan secara transparan.
Lebih jauh, kejanggalan juga terjadi dalam proses penghitungan suara di masing-masing TPS. Di beberapa TPS, jumlah suara tercoblos tidak sesuai dengan jumlah pemilih yang tercatat. Sebagai contoh, di TPS yang melayani RT 01 dan RT 02, jumlah pemilih yang terdaftar adalah 277 orang, namun jumlah surat suara yang tercoblos hanya 272. Di TPS lainnya, seperti yang melayani RT 03 dan RT 04, justru ditemukan kelebihan lima suara dari jumlah pemilih yang hadir. TPS lainnya juga menunjukkan pola yang serupa, baik dalam bentuk kelebihan maupun kekurangan jumlah suara.
Ketika dilakukan penghitungan secara keseluruhan, jumlah suara tercoblos mencapai 1.441, sedangkan data absensi menunjukkan kehadiran 1.439 orang. Namun, saat penghitungan manual, ditemukan bahwa jumlah suara tercoblos sebenarnya hanya 1.361, termasuk suara tidak sah. Hal ini menambah kebingungan dan memperkuat dugaan adanya manipulasi dalam proses pemilu. “Selisih jumlah suara yang tidak masuk akal ini menunjukkan bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam proses penghitungan. Kami, sebagai warga, merasa dirugikan,” ujar Billy.
Setelah berbagai kejanggalan ini terungkap, Panitia 5 akhirnya mengambil keputusan untuk membatalkan hasil pemilihan. Keputusan ini dituangkan dalam surat pernyataan resmi tertanggal 19 Januari 2025. Dalam surat tersebut, panitia menyatakan bahwa pembatalan dilakukan demi menjaga keadilan dan integritas proses demokrasi di tingkat lokal. Namun, keputusan ini justru memicu pertanyaan lebih lanjut mengenai langkah yang akan diambil untuk menyelesaikan konflik ini.
Hingga saat ini, pihak Kelurahan Duri Kosambi belum memberikan pernyataan resmi terkait rencana selanjutnya. Warga berharap adanya kejelasan mengenai apakah pemilu akan diulang atau apakah investigasi lebih lanjut akan dilakukan untuk mengungkap pihak-pihak yang bertanggung jawab atas kecurangan ini.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya integritas dan transparansi dalam setiap tahapan proses demokrasi, bahkan pada skala lokal seperti pemilihan Ketua RW. Ade Arda Billy, yang mewakili suara banyak warga RW 08, menegaskan pentingnya perbaikan mekanisme pemilu agar kejadian serupa tidak terulang. “Ini bukan hanya tentang pemilu Ketua RW. Ini soal kepercayaan kita terhadap demokrasi. Kalau hal seperti ini dibiarkan, bagaimana kita bisa percaya kepada sistem pemilu di masa depan?” ungkap Billy dengan nada tegas.
Masyarakat RW 08 mendesak pihak Kelurahan Duri Kosambi untuk segera mengambil langkah tegas guna menyelesaikan permasalahan ini. Mereka juga meminta agar aturan ditegakkan tanpa pandang bulu, termasuk memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang terbukti melanggar. Di sisi lain, warga juga berharap agar pemilu ulang, jika memang diadakan, dapat berjalan dengan lebih transparan dan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Kasus pemilihan Ketua RW 08 di Duri Kosambi ini menyoroti pentingnya pengawasan yang lebih ketat dalam setiap tahapan proses pemilu, tidak hanya pada tingkat nasional, tetapi juga pada tingkat lokal. Dengan memastikan integritas dalam pelaksanaan pemilu, kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi dapat kembali dipulihkan.(Red)